Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Dari EYD ke EBI

Terbitnya Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia kurang diperhatian serius oleh masyarakat. Padahal, permen tersebut menggugurkan permen sebelumnya, yaitu Permen Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009, yang juga telah menggugurkan peraturan sebelumnya. Permen terbaru pada bagian tentang menghilangkan kelompok kata yang Disempurnakan sehingga dulu ejaan kita lebih dikenal dengan singkatan EYD. Penghilangan kelompok kata yang Disempurnakan , konon, sebab makna kelompok kata itu mengisyaratkan bahwa ejaan kita belum sempurna. Penghilangan kelompok kata tersebut juga menyebabkan istilah ejaan kita sekarang lebih dianjurkan untuk diakronimkan menjadi EBI. Mengapa masyarakat kurang memperhatikan aturan terkait ejaan ini? Pertama, peraturan tentang ejaan memang kurang mendapat sambutan atau respons sebab yang terkait dengan ejaan biasanya kalangan akademik atau mereka yang bergelut dalam tulis-menulis.

Istilah Anak Kalimat dan Induk Kalimat

Adakah istilah anak kalimat dan induk kalimat dalam buku tata bahasa baku? Istilah anak kalimat dan induk kalimat itu terdapat dalam Ejaan Bahasa Indonesia, bahkan sejak EYD. Namun, dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia tidak ditemukan istilah itu, yang ada adalah klausa utama dan klausa subordinatif. Betul, baik disebut induk-anak kalimat maupun klausa utama-subordinatif tetap mengacu kepada pengertian yang sama. Mengapa EBI dan buku tata bahasa baku menggunakan dua i stilah yang berbeda? Klausa subordinatif bisa berupa klausa nominal, klausa adverbial, dan klausa relatif. Disebut klauda nominal, apabila klausa subordinatif itu menggantikan bagian kalimat yang diisi nomina, misalnya, menggantikan fungsi objek. Misalnya: Ibu mengatakan bahwa kakak mendapat hadiah. Bagian "bahwa kakak mendapat hadiah" adalah klausa subordinatif yang juga klausa nominal sebab itu menggantikan nomina.  Klausa subordinatif yang berfungsi sebagai keterangan disebut juga kla

Gegara Tetiba Kita Bingung

Ada dua bentuk kata yang belakangan ini sering dipakai dalam berkomunikasi di media sosial. Kedua bentukan kata itu adalah gegara dan tetiba. Apakah dua bentuk kata ini betul? Pertama, saya pikir dua kata itu dibentuk dengan analogi, yaitu mengikuti pola bentukan kata yang sudah ada. Pembentukan kata yang saya maksudkan adalah pola bentukan melalui reduplikasi atau pengulangan kata. Dalam proses pembentukan kata ulang, misalnya, kita dapatkan bentuk lelaki yang konon berasal dari kata laki-laki , kemudian dijadikan kata ulang sebagian atau dwipurwa dalam konsep lingustik tradisional. Contoh yang lain adalah tetangga , yang pada awalnya berasal dari kata tangga , kemudian dijadikan kata ulang sebagian, yaitu dengan mengulang bagian depannya sehingga menjadi tatangga, kemudian dihaluskan dengan mengubah fonem a pada ta menjadi te- sehingga hasilnya menjadi tetangga. Prosesnya seperti tergambar di bawah ini: laki-->lalaki-->lelaki tangga-->tatangga-->tetangga luhur-->

Subjek itu apa sih?

Sejak SD, kita sudah diajarkan tentang apa itu subjek (S). Tapi, masalahnya sampai sekarang kita masih saja bingung menentukan subjek pada sebuah kalimat. Wajar, sih, bingung menentukan subjek sebab subjek itu--seperti halnya predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (K)--merupakan konsep abstrak.

Anatomi Paragraf

Sebuah paragraf terdiri atas kalimat topik, kalimat-kalimat pendukung, dan kalimat simpulan. Dari tiga jenis kalimat tersebut, kalimat simpulan tidak mesti hadir. Namun, kalimat topik dan kalimat-kalimat pendukung harus ada pada tiap paragraf.