Ma Kupoh Temple

Sekarang
Aku tak berdiri di depan kuil itu,
Tidak juga di dekatnya atau di selilingnya.
Cuma pikiranku yang mengembara ke sana,
Menapaki lantainya dan membaui hio yang terbakar.

[seharusnya kau ada di sini
Berada di sampingku, hingga tercium bau rambutmu,
Dan kurasai halusnya kulitmu.
“Masih kau tanam melati di pekarang rumah mamamu?” tanyamu.
Seperti biasa, aku tak mampu menjawab,
Hanya ku kecup jari tanganmu]

Lalu
Kuhampiri tiang besar dengan cat merah yang berdiri kokoh.
Gambar liong yang melingkar tak menarik perhatianku.
Pun altar di depan sana tak sanggup menggodaku.
Pada sebuah lantai yang pecah kutemukan sebuah tulisan:
“Tak pernah lelah aku menantimu,
Tapi maut tak mau memberi waktu lagi.”

[seharusnya kau di sini,
Melahirkan anak-anak kita,
yang lucu-lucu, cantik-cantik, dan tampan-tampan.
Pagi ini--ketika anak-anak kita masih tertidur—
Kau bertanya padaku,
“Masihkah kau ingin anak yang cantik atau tampan?”
Seperti biasa, aku tak mampu menjawab
Hanya raga dan rasaku berguncang dasyat.]

Tadi
Aku keluar dari kuil itu,
Halamannya terasa punya makna bagiku.
Sebuah kursi kosong dan meja tertatap mataku.
Kue onde kesukaanku, hangat dan manis tersaji di sana.
Seorang bikhuni menghampiriku,
“Maaf, dia tak mau melihatmu lagi.”
Tiba-tiba sebuah cahaya meredup di sana.

[“Seharusnya kau di sini,” katamu.
Tapi aku tak pernah paham.]


---------------Rawamangun, 10 Juni 2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beda Inti kalimat dan Kalimat Inti

pemakaian titik dua (:)

Soal SNMPTN 2008: Kode 101