Postingan

Menampilkan postingan dari 2010

Kalimat efektif: Contoh soal model SIMAK UI

Berikut ini adalah simulasi soal Seleksi Masuk Universitas Indonesia, yakni untuk soal kalimat efektif. Kalimat-kalimat di bawah ini merupakan kalimat tidak efektif, KECUALI... (A) Buku tebal karangan doktor terkenal itu sudah dibaca oleh saya dua hari lalu. (B) Jika kamu tidak datang, aku akan segera pulang sebab di sini aku sendiri saja.* (C) Persahabatan itu bagai kepompong yang mampu mengubah sesuatu menjadi indah. (D) Pembangunan waduk itu untuk menyejahterakan para petani di wilayah tersebut. (E) Sebab tidak sopan, kami pun menegur mereka di tempat biasa mereka berkumpul. JAWABAN: B Pada (A) terdapat kesalahan pemasifan, seharusnya bukan sudah dibaca oleh saya sebab ada kata ganti saya (kata ganti orang ke-1), yang tepat adalah sudah saya baca . Pada (C) kalimatnya tidak memiliki predikat, bagian bagai…indah merupakan keterangan. Pada (D) kaimat juga tidak berpredikat, bagian untuk…tersebut merupakan keterangan tujuan. Pada (E) terjadi kesalahan pelesapan sehingga yang tidak

Kalimat Baku: Hindari Keambiguan

Ambigu, taksa, dan ambivalensi sebenarnya sama (saya sudah membahas pada posting yang lalu). Ambigu terjadi pada satuan bahasa sekurang-kurangnya frasa. Jadi, ambigu itu bisa terjadi pada klausa, kalimat, bahkan paragraf (jika tidak memiliki judul) Frasa topi raja yang besar bermakna ambigu. Dalam frasa itu, siapa atau apa yang besar? Apakah mengacu kepada raja ataukahh kepada topi? Dalam kelas, saya sering menyampaikan penyebab keambiguan sebuah frasa, dua di antaranya adalah pemakaian konjungsi yang dan penggunaan kata penggolong, seperti buah, ekor, orang, atau penyebut nama barang sebagai kata penggolong. Contoh keambiguan di atas adalah disebabkan pemakaian kata yang . Contoh penggunaan kata penggolong, misalnya, dalam kalimat "Ibu membeli tiga ekor sapi". Ekor-nya ataukah sapinya yang dibeli ibu? Menurut EYD, ketidakambiguan dapat dihindari dengan menggunakan tanda hubung (-). Frasa topi raja yang besar agar lebih jelas dapat diberi tanda hubung, seperti di bawah ini

Kalimat Baku: Struktur Baku

Tahun-tahun terakhir ini dalam soal ujian masuk ke PTN untuk mata pelajaran bahasa Indonesia selalu saja ada pertanyaan tentang kalimat baku. Menganalasis kebakuan sebuah kalimat tidaklah mudah sebab ada beberapa persyaratan yang harus dilihat. Salah satunya adalah melihat kebakuan dari sisi struktur. Demikian juga dalam kenyataannya di soal, kebakuan dari sisi struktur sangat dominan. Namun, jangan khawatir sebab analisis kebakuan struktur justru yang paling konkret dan mudah diurainya. Baku secara struktur berarti kalimat itu memiliki induk kalimat (klausa bebas) yang memiliki subjek dan predikat (unsur inti kalimat). Unsur yang sering mengecoh kebakuan adalah Keterangan, yang dicirikan dengan diawali preposisi dan konjungsi subordinatif. Ini daftar preposisi: di, ke, dari, dalam, pada, oleh, bagi, seperti, untuk.... Ini daftar konjungsi subordinatif: yang, sebab, karena, sehingga, agar, supaya, walaupun, ketika, saat, yang,...(dan beberapa lagi) INGAT! Setiap kata atau frasa yang di

Jika ada saya atau kamu, jangan pakai di-!

Kita tahu bahwa bentuk kalimat itu macam-macam. Sejak di sekolah dasar kita sudah diajari tentang kalimat aktif dan kalimat pasif. Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan pekerjaan, sedangkan kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai atau menjadi sasaran suatu pekerjaan. Tidak semua kalimat aktif dapat diubah menjadi kalimat pasif. Syarat sebuah kalimat aktif dapat diubah menjadi kalimat pasif adalah berpredikat kata kerja transitif (berawalan me- dan diikuti objek). Misalnya: (1) Kakak mengetik naskah cerpen. Kalimat ini berpredikat MENGETIK yang merupakan kata kerja transitif sebab berawalan me- dan diikuti objek (naskah cerpen). Jadi, kalimat (1) bisa dipasifkan. (2) Adik bermain sepak bola. Kalimat (2) berpredikat BERMAIN yang bukan kata kerja transitif, awalannya ber- dan tidak SEPAK BOLA dalam kalimat itu berfungsi sebagai pelengkap. jadi, kalimat (2) tidak dapat dipasifkan.. Kalimat (1) di atas jika dipasifkan tinggal diubah objek menjadi subjek, kemudian

Kapankah sebuah kata dipetik?

Seorang murid saya bertanya kepada saya, "Kak, kapankah sebuah kata dapat diberi tanda petik?". Dalam EYD, diatur tentang penggunaan tanda petik ("..."). Tanda baca yang berada di atas selain tanda petik adalah tanda petik tunggal ('...') dan apostrof ('). Sesuai dengan judul di atas, pada tulisan ini saya akan fokus dulu pada penjelasan tentang kapan atau bilamana sebuah kata dapat diberi tanda petik. dalam ejaan kita, tanda petik ("...")--biasanya dikenal juga dengan tanda kutip--dipakai dalam tiga kondisi. Pertama, dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Contoh: Padal 36 UUD 1945 menyatakan, "bahasa negara adalah bahasa Indonesia." Ibu berkata, "Paman berangkat besok pagi." Kedua, dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Contoh: Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 5 buku itu. Saya sedang membaca

GARA-GARA SUBJEK MELESAP, MANDOR MENCURI

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menilai sebuah kebakuan kalimat adalah pelesapan unsur pada anak kalimat. Jika kalimat terdiri atas dua klausa atau lebih, kalimat tersebut biasanya dikenal dengan sebutan kalimat majemuk. Dalam kalimat majemuk, dua buah klausa tadi bisa saja memiliki unsur yang sama. Misalnya kalimat: Sebab adik sakit, adik tidak pergi ke sekolah. Pada kalimat tersebut, klausa 1 adalah SEBAB ADIK SAKIT, sedangkan klausa 2 adalah ADIK TIDAK PERGI KE SEKOLAH. Kedua klausa tersebut memiliki subjek yang sama, yaitu ADIK. Sebab itu, pada kalimat tersebut harus terjadi pelesapan subjek, yakni penghilangan subjek (pada anak kalimat). Dengan demikian, kalimat itu menjadi "Sebab sakit, adik tidak pergi ke sekolah" Hanya saja soal lesap-melesapkan ini, sering orang tanpa sadar melakukan pelesapan yang tidak atau kurang tepat. Misalnya: Sebab sering mencuri, mandor memecat pegawai tersebut. Siapakah yang sering mencuri dalam kalimat tersebut? Coba perhatikan

Pilih Perempuan atau Wanita

Sebuah kata, karena berbagai sebab, sering mengalami pergeseran makna. Pergeseran makna atau perubahan makna itu, misalnya, dapat pula menyangkut kesan terhadap makna kata itu. Kesan yang ditangkap masyarakat terhadap kata tersebut. Memang sulit menentukannya sebab tidak ada ukuran pasti. Hanya common sense kita sudah dapat merasakan kesan yang akan diterima apakah negatif atau positif. Dalam istilah teknis linguistik, kesan negatif dikenal sebagai peyoratif, sedangkan kesan positif dikenal sebagai amelioratif. Sebenarnya, ada satu lagi, yaitu kesan netral alias denotatif. Contoh kata babu berkesan negatif kata pembantu berkesan netral kata pramuwisma berkesan positif Mana yang lebih baik perempuan atau wanita? Di sekolah-sekolah diajarkan bahwa kata perempuan berkesan negatif dibandingkan dengan kata wanita yang berkesan positif. Itu diajarkan sejak zaman orde baru hingga tubangnya rezin tersebut. Kata wanita berkesan positif (sekurang-kurangnya saat itu) sebab kata tersebut sering di

Hilangnya subjek yang menjadi jenderal

Sebuah berita berjudul "Usia 20 Tahun Jadi Jenderal Militer" cukup mengusik perhatian saya. Judul sebuah berita memiliki syarat: (1)menarik perhatian pembaca, (2) singkat, dan (3)mewakili seluruh isi berita. Jika syarat itu terpenuhi, baguslah judul itu. Sebab itu, dalam judul berita koran dan sejenisnya, struktur kalimat menjadi kurang diperhatikan. Kita sering menemukan hilangnya awalan me- dalam judul berita. Misalnya, Pemrintah akan naikkan harga BBM. Dalam kalimat tersebut kata naikkan sebenarnya menaikkan, tetapi me- nya dihilangkan untuk lebih hemat. Mari kita analisis judul "Usia 20 tahun jadi jenderal militer". Kalau struktur kalimatnya dianalisis, subjeknya adalah usia 20 tahun, predikatnya jadi, dan pelengkapnya jenderal militer. Dengan demikian, yang menjadi jenderal militer adalah USIA 20 TAHUN, tentu saja itu tidak logis. Sebab itu, kita harus menganggap subjek kalimat tersebut dilesapkan. Untuk tahu apa subjeknya terpaksa kita harus membaca isi berita

Ternyata stop pakai e

Bahasa Indonesia banyak menyerap kata-kata asing. Penyerapan kata asing oleh suatu bahasa merupakan keniscayaan selama pemakai bahasa itu berhubungan dengan bangsa-bangsa lain. Itu tak terhindarkan apalagi jika bangsa yang menjadi asal kata tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap bangsa yang menyerap kata tersebut. Itu juga tidak bermakna bahwa bangsa tersebut miskin dalam hal kata-kata. Harap diingat sebuah bangsa pada dasarnya sudah cukup menggunakan kata-kata yang diciptakan bangsa itu sendiri jika berkomunikasi dan berinteraksi masih dalam seputar lingkuangan pemakaian bahasa tersebut. Bahasa Indonesia tidak terlepas dari penyerapan kata asing sebab faktor-faktor geografis dan faktor budaya juga memaksa kita melakukan penyerapan itu. Dalam hal teknologi, sebab kita kalah maju dalam bidang ini, mau tidak mau berbagai produk dengan nama asing masuk, dan terpaksa nama-nama produk itu diserap ke dalam bahasa Indonesia. Kata-kata, seperti komputer, jelas tidak ada padanannya dalam

bentuk -nya yang bikin bingung

Pernah dengan istilah klitika? Istilah linguistik alias ilmu bahasa. Klitika adalah bentuk pendek dari kata ganti. Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa kata ganti, seperti aku, kamu, engkau, dan ia. Kata aku merupakan kata ganti orang kesatu, yang berarti orang yang berbicara. Kata kamu dan engkau merupakan kata ganti orang kedua, yang berarti diajak berbicara, sedangkan kata ia merupakan kata ganti orang ketiga alias yang dibicarakan. Klitika dari aku adalah -ku atau ku-, seperti dalam bentuk BUKUKU atau KUBACA (aku baca). Klitika dari kamu adalah -mu, seperti dalam bentuk RUMAHMU, UANGMU Klitika dari engkau adalah kau- seperti dalam bentuk KAUBACA, KAUBELI Perlu diperhatikan bahwa menurut EYD, penulisannya harus disambung, tidak boleh dipisah. Jadi, jika ditulis kau baca, penulisan itu salah. Klitika dari ia adalah -nya, seperti dalam bentuk BUKUNYA, MOBILNYA. Masalah kemudian muncul berkaitan dengan -nya ini. Pernah Anda berkenalan dengan seseorang, lalu orang itu bertanya kepad

Soal Preposisi dalam Pemberitahuan

Ada berbagai jenis kalimat sesuai dengan keperluan kita masing-masing. Dari sisi tujuannya, misalnya, dapatlah kita sebut adanya kalimat pemberitahuan atau kalimat yang bersifat pengumuman. Kalimat-kalimat seperti ini dalam bahasa Indonesia sering didahului oleh sebuah preposisi. Tepatkah keberadaan preposisi di awal sebuah kalimat pemberitahuan? Preposisi adalah kata bantu atau kata tugas yang menandai bagian tertentu dalam kalimat sebagai fungsi keterangan. jadi, setiap frase preposisional sudah dapat dipastikan, fungsinya dalam kalimat adalah Keterangan. rumah=kata benda di rumah=frase preposisional=Keterangan Bandung=kata benda dari Bandung=frasa preposisional=Keterangan Perhatikan sebuah kalimat pengumuman di bawah ini! Bagi yang terlambat harap melapor ke sekretariat. bagi yang terlambat=frasa preposisional=Keterangan (kata bagi adalah preposisi) harap melapor=frasa verbal=predikat ke sekretariat=frasa preposisional=keterangan (kata ke adalah preposisi) Jadi, kalimat pengumuman d

Kang Insan Purnama !!!#: Tentang Surat; bagian alamat surat

Kang Insan Purnama !!!#: Tentang Surat; bagian alamat surat : "Dalam tulisan ini saya hanya akan membahas bahasa dalam surat dinas. Sebagaimana kita ketahui ada tiga jenis surat, yaitu surat resmi, surat..."

Tentang Surat; bagian alamat surat

Dalam tulisan ini saya hanya akan membahas bahasa dalam surat dinas. Sebagaimana kita ketahui ada tiga jenis surat, yaitu surat resmi, surat dinas, dan surat pribadi. Surat resmi adalah surat yang diterbitkan sebuah lembaga (negara) yang menyatakan pengakuan terhadap sesuatu hal. Misalnya: Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan, Kartu Tanda Penduduk. Surat dinas adalah surat yang dipakai untuk komunikasi yang bersifat dinas, biasanya dikeluarkan oleh sebuah lembaga dan ditujukan orang perorangan atau lembaga lain. Adapun surat pribadi adalah surat yang ditulis oleh seseorang untuk urusan pribadi. Yang saya akan bicarakan di sini adalah bahasa paa surat dinas. Itu pun untuk hal-hal yang biasanya kita keliru atau salah. Alamat surat: Pada bagian ini biasanya kita menulis: Kepada Yth. Bpk. M. Udin Surudin Jln. Kramat No. 7 Bekasi. Seharusnya alamat surat di atas ditulis, sebagai berikut Yth. Bpk. M. udin Surudin Jalan Kramat No. 7 Bekasi Keterangan: Tidak perlu dituliskan kata

Penulisan Akronim

Sekarang kita bahas bagaimana menuliskan akronim yang sesuai dengan aturan Ejaan Yang Disempurnakan. Sebagaimana telah kita ketahui, sebenarnya akronim merupakan singkatan yang dibaca sebagai sebuah kata. Jadi, dalam akronim dapat dipastikan terdapat bunyi vokal, sebab jika tanpa bunyi vokal, tidak mungkin dapat dibaca sebagai sebuah kata utuh. Akronim ditulis dengan huruf kapital semua jika yang dijadikan akronim merupakan huruf-huruf awal kata yang dijadikan akronim. Misalnya: KONI (Komite olahraga Nasional Indonesia) PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia) SIM (Surat Izin Mengemudi) Akronim ditulis dengan huruf awal kapital jika akronim tersebut merupakan nama organisasi, nama lembaga, atau mengacu kepada nama diri. Akronim tersebut bukan berasal dari huruf-huruf awal kata pembentuknya. Misalnya: Iwapi (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia) Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) Unibraw (Universitas Brawijaya) Akronim ditulis dengan huruf kecil semua jika bukan merupakan nama dan bu

Penulisan Singkatan

Menurut Ejaan yang Disempurnakan (EYD), singkatan adalah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Bentuk yang mirip dengan singkatan adalah akronim yang oleh EYD didefiniskan sebagai singkatan dari dua kata atau lebih yang diperlakukan sebagai sebuah kata. Secara sederhana, untuk membedakan singkatan dengn akronim adalah dari cara membacanya. Umumnya, sebuah singkatan dibaca satu per satu huruf, tidak sekaligus, sedangkan akronim dibaca sekaligus, dianggap sebuah kata utuh. Aturan pemakaian singkatan sebagai berikut Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti tanda titik di belakang tiap-tiap singkatan itu. Contoh: A.H. Nasution M.B.A. M.Hum. Bpk. Sdr. Kol. Singkatan yang berupa gabungan huruf diikuti dengan tanda titik. Contoh: jml.(jumlah) kpd.(kepada) tgl.(tanggal) yg.(yang) dl.(dalam) No.(nomor) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri titik. Contoh: dll. (dan lain-lain) dsb. (dan sebagainya) Yth. (yang terhormat) Singk

Pelafalan /c/ dalam bahasa Indonesia

Salah satu fonem dalam bahasa Indonesia adalah /c/ yang dilambangkan dengan huruf c. Uniknya, dalam pelafalan fonem /c/ ini terdapat tiga macam, yaitu dibaca tetap c, sering juga s, bahkan dibaca k. Kalau kita memeinta anak mengeja, a-b-c maka yang kita dengan a-be-se, bukan a-be-ce. Pendingin ruangan adalah AC, mestinya dibaca a-ce, tapi yang sering kita dengan aalah a-se, water closet ditulis WC bacanya we-ce, tapi sering dibaca we-se. Kata pasca, semestinya dibaca pasca, pakai c, bukan dibaca paska. parahnya lagi, ada juga orang yang menuliskan pascasarjana, menjadi Paska Sarjana, salahnya makin jauh. Perlu diingat, pasca- itu merupakan bentuk terikat jadi penulisannya sebagaimana dijelaskan EYD, bila diikuti kata yang awalnya berhuruf kecil, harus disambung. Contoh: pascapanen, pascagempa, pascasarjana. Sebaliknya, jika diikuti kata yang awalnya berhuruf kapital, harus dipisah. Misalnya: Pasca-Lebaran.

Catatan Ringan tentang J.D. Parera

J.D. Parera kependekan dari Jose Daniel Parera, punya nama alias Kelana Bahasa, salah satu dari sedikit dosen UNJ--dulu IKIP Jakarta--yang produktif menulis buku. Zaman saya kuliah dulu--seingat saya--dosen Bahasa dan Sastra Indonesia yang pernah menerbitkan buku adalah J.D. Parera dan Abdul Chaer (linguistik), Brahim (drama), Mbiyo Saleh (fiksi), Sabarti Akhadiah, Sakura Ridwan, Maedar Arsyad (bertiga menyusun buku kemahiran menulis). Tapi, ada nama lain yang juga menulis modul belajar yang dipakai untuk mahasiswa UT. J.D. Parera mungkin dosen yang paling "aneh" atau "nyentrik". Mungkin, beliau yang paling banyak dikenang oleh mahasiswanya dengan keanehan sikap maupun pemikirannya. Dengan merujuk pada konsep paradigmatik dan sintagmatik, Parera mengkritik bentukan polisi wanita (polisi wanita), sebab mengacu pada bentuk yang ada seperti wanita angkatan darat (kowad0, wanita angkatan laut (kowal), dan wanita angkatan udara (kowau), maka seharusnya wanita polisi (wan

Soal Lebaran

Setelah sebulan berpuasa pada bulan Ramadhan, umat Islam merayakan Lebaran. Kata LEBARAN, dalam Kamus Besar BI, merupakan sebuah entri sendiri. Artinya LEBARAN dianggap sebagai sebuah kata utuh, bukan kata turunan. Makna kata Lebaran dalam kamus adalah 'hari raya umat islam yang jatuh pada tanggal 1 syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama sebulan; idulfitri'. Lalu, ada kata turunannya, yaitu BERLEBARAN dengan makna 'merayakan hari Lebaran'. Dengan demikian, saya pikir ucapan selamat yang betul adalah "Selamat Berlebaran", bukan "Selamat Lebaran". Selamat Berlebaran artinya 'selamat merayakan hari Lebaran'. Omong-omong, dengan melihat pengertian kamus, tampaknya kata LEBARAN baru muncul setelah masuknya agama Islam. Berarti kata LEBARAN belum ada sebelum ada Islam. Tampaknya, kata LEBARAN diturunkan dari kata LEBAR yang diberi akhiran -AN. Penjelasan ini logis sebab kata LEBARAN dan akhiran -AN memang terdapat dalam bahasa Indo

TAKSA, AMBIGU, DAN AMBIVALENSI

Bagi mereka yang menggeluti soal-soal tes bahasa Indonesia untuk Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri, sejak masuk proyek perintis, sipenmaru, UMPTN, SPMB, dan SNMPTN, ada tiga kata yang mempunyai maksud yang sama, yaitu TAKSA, AMBIGU, dan AMBIVALENSI. Ketiga kata itu mengacu pada makna 'konstruksi yang memiliki makna lebih dari satu'. Namun, perlu dicatat satuan yang terjadi paling keci pada level frasa, bukan kata. Untuk kata terjadi yang namanya polisemi. Contoh frasa yang ambigu: Lukisan Affandi; maknanya (1) lukisan diri Affandi; (2) lukisan yang dibuat Affandi; dan (3) lukisan milik Affandi. Pembicaraan tentang taksa, ambigu, dan ambivalensi termasuk ke dalam materi KALIMAT BAKU. Contoh lain: ayah membeli tiga karung beras; tiga karung beras dapat bermakna (1) beras sebanyak tiga karung (2) tiga buah karung beras. Keambiguan bisa terjadi sebab pemakaian kata peggolong, seperti buah, orang, karung, atau kata benda yang difungsikan bagai kata pnggolong. Kalimat, "Bakar

Tentang kata Wajib

Belum lama saya mendapat SMS dari seorang mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jakarta. Mahasiswa tersebut menanyakan apakah benar sebuah nomina (kata benda) tidak dapat didahului kata WAJIB, misalnya MEJA adalah kata benda sebab tidak dapat didahului kata wajib, tidak ada bentuk WAJIB MEJA, alias tidak berterima. Demikian yang dia baca dalam sebuah buku tatat bahasa yang dikarang oleh dedengkot (demikian mahasiswa tersebut menjuluki) di Jurusan bahasa dan satra UNJ. Saya sampaikan bahwa secara tradisional, para ahli tata bahasa menguji sebuah kata termasuk ke dalam kelas kata apa, dengan menggunakan kata khusus yang diletakkan di muka kata yang hendak diuji. Kata BUKAN berpasangan dengan NOMINA, kata TIDAK dengan VERBA, kata SANGAT dengan ADJEKTIVA. Misalnya BUKAN BUKU, bentuk itu berterima maka buku adalah kata benda; TIDAK MAKAN, bentuk berterima maka makan adalah kata kerja; SANGAT PANDAI, bentuk berterima maka pandai kata sifat. Untuk kata WAJIB, seba

Beda Inti kalimat dan Kalimat Inti

Judul di atas dan keseluruhan tulisan ini merupakan respons saya atas pertanyaan yang sering saya dapatkan ketika mengajar di kelas atau lewat email yang masuk. Kedua istilah itu--inti kalimat dan kalimat inti--sering dianggap sama dan ada pula yang menganggap berbeda. Menurut saya, secara istilah, kedua hal tersebut berbeda. Akan tetapi, dalam kaitannya dengan soal-soal tes (terutama tipe soal ujian masuk PTN, seperti SNMPTN, UM UGM, Simak UI, UMB, kedua istilah itu dapat dipersamakan. Inti kalimat adalah unsur-unsur inti di dalam sebuah kalimat, yaitu suatu unsur yang wajib ada dalam sebuah struktur kalimat. Sebuah kalimat harus memiliki subjek dan predikat. Jadi, inti kalimat adalah SUBJEK dan PREDIKAT. Selain itu, bisa juga OBJEK, tapi dengan syarat kalimat itu kalimat aktif transitif. Unsur yang bukan inti adalah KETERANGAN. Sebaliknya, kalimat inti adalah satu jenis kalimat yang memiliki syarat (1) terdiri atas inti-inti kalimat, (2)inti-inti kalimat itu pun harus merupakan sebua

Kalimat baku/Kalimat standar cont. 2

Yang juga perlu diperhatikan dalam penyusunan kalimat baku adalah bentuk kalimat pasif. Dalam bahasa Indonesia, dikenal dua bentuk pasif. Bentuk pertama adalah kalimat pasif yang proses pembentukannya dengan mengubah bentuk verba aktif berawalan me- menjadi verba berawalan di-, yang diikuti juga dengan perubahan posisi subjek kalimatnya. Contoh: Ayah sedang membaca koran. (Kalimat aktif transitif) Pemasifan dapat dilakukan dengan cara: 1. ubah posisi objek menjadi subjek, dan sebaliknya sehingga kalimat menjadi Koran sedang membaca ayah. -->proses belum selesai, dilanjutkan dengan 2. ubah verba berawalan me- menjadi berawalan di-: membaca-->dibaca; kalimat menjadi Koran sedang dibaca ayah. (Kata depan oleh dalam kalimat di atas mana suka) Namun, aturan tersebut tidak berlaku apabila subjek kalimat aktifnya berupa kata ganti orang kesatu atau orang kedua baik tunggal maupun jamak. Contoh kata ganti orang kesatu: aku, saya, kita, dan kami; contoh orang kedua: kamu, engkau

kalimat baku/kalimat standar cont. 1

syarat kedua, kebakuan kalimat dilihat dari kelengakapan kalimat. Sebuah kalimat lengkap adalah kalimat yang memenuhi kehadiran subjek dan predikat secara bersamaan. Itu syarat kelengkapan kalimat yang pertama, syarat lainnya adalah kehadiran objek mutlak ada jika kalimat tersebut berpredikat verba transitif. Berikut contoh-contoh kalimat tidak baku. Dalam pertemuan tingkat tinggi itu membicarakan perkembangan terbaru keamanan di Timut Tengah. Ketidakbakuan kalimat tersebut disebabkan subjek kalimat tidak hadir. Unsur yang ada adalah K=Dalam pertemuan tingkat tinggi itu; P=membicarakan; O=perkembangan terbaru keamanan di Timur Tengah. Peristiwa yang terjadi di kampungku itu sebab penduduk lalai menjaga keamanan. Kalimat di atas juga tidak baku, penyebabnya adalah P tidak hadir. Unsur yang ada pada kalimat tersebut adalah S=peristiwa yang terjadi di kampungku itu; K=sebab penduduk lalai menjaga keamanan. Artikel yang ditulisnya membicarakan tentang kenakalan remaja. Kalimat di atas juga

kalimat baku/kalimat standar

Kalimat baku adalah kalimat standar. Dalam ragam lisan, kalimat baku dipakai dalam situasi formal, seperti dalam proses pengajaran dan pidato resmi pejabat negara. Adapun dalam ragam tulis, kalimat baku dipakai dalam tulisan ilmiah atau bentuk lainnya yang mensyaratkan keteraturan kalimat yang ketat. Kalimat baku tidaklah sesulit yang dibayangkan sebab kalimat baku bukanlah konstruksi kalimat yang panjang-panjang, tetapi dapat berupa kalimat pendek yang sederhana. Misalnya: Ayah pergi. Kakak belajar tadi. Kedua kalimat di atas adalah kalimat baku. Betul memang, ada syarat untuk memasukkan sebuah kalimat ke dalam kalimat baku. Syarat pertama, kalimat baku mengandung kata-kata baku. Kata baku dapat dilihat pada Kamus Besar Bahasa Indnesia. Hanya saja, kamus besar yang dilihat harus edisi terbaru. Sebab bisa jadi, sebuah kata pada kamus terdahulu baku, tetapi pada kamus terbaru sudah tidak lagi, terutama pada kata turunan (kata berimbuhan)

Ahli-ahli Tata Bahasa

Ilmu yang mengkaji tentang kalimat kita kenal sebagai sintaksis. Sudah banyak ahli bahasa yang mengkaji bahasa Indonesia dari sisi sintaksisnya, sehingga muncul berbagai buku tata bahasa baik yang lengkap maupun yang sekadar mengkaji dari sisi sintaksis saja. Mereka yang membuat kajian tentang tata bahasa Indonesia, misalnya, Abdullah Ambari, Verhaar, Sutan Takdir Alisyahbana, J.S. Badudu, Gorys Keraf, Abdul Chaer, dan tim pusat bahasa yang menyusun buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Adapun yang menulis dari sisi sintaksisnya, seperti Ramlan, J.D. Parera, dan Henry Guntur Tarigan.Itu sekadar menyebut beberapa nama.Di luar nama-nama tersebut msih banyak. Abdullah Ambary dulu buku-bukunya sangat berpengaruh dan dibaca luas guru-guru yang mengajar di SMP, sedangkan Gorys Keraf bukunya berpengaruh pada guru-guru yang mengajar di SMA. Pengaruh Henry Guntur Tarigan, yang menjadi guru besar di IKIP Bandung, terasa di guru-guru bahasa Indonesia yang lulusan IKIP Bandung, sedangkan pengaru

JONO BUBUT

Sebagai yang mudaan, saya memanggilnya Kang Jono. Tapi, ia sendiri lebih suka dipanggil JB, alias Jono Bubut. Tapi, sejak ia naek haji beberapa tahun lalu, tampaknya ia lebih senang dipanggil Haji JB, atau haji aja tidak perlu pake JB. Kang Jono adalah contoh seorang pengusaha sukses yang secara pendidikan formal hanya tamat SD. Benar, ia hanya punya ijazah SD, sebab waktu dia lulus SD, ayahnya meninggal. Jadilah dia kehilangan orang yang akan membiayainya sekolah. Untuk bertahan hidup, akhirnya ia terdampar di sebuah bengkel bubut milik Koh Tatang. Sebab kerjanya rajin, ulet, rapih, teliti,dan ramah, Jono disenangi para pelanggan bengkel bubut tersebut. Apalagi Koh tatang begitu percaya terhadap kerjanya. Begitulah, ketika saya lulus SMP, Kang Jono sudah kerja di bengkel itu selama 5 tahun. Saat Koh Tatang memutuskan untuk memindahkan bengkelnya ke keluar kota, Kang Jono sebenarnya mau ikut, tapi mengingat ibunya yang sudah tua, dia memutuskan untuk tetap tinggal di kampungku. Berunt

S*****t sedang terjadi; apakah Anda siap?

Judul di atas saya ambil dari satu bab buku The Tomorrow People, karangan Martin Raymond. Keseluruhan isi buku itu menarik, terutama bagi mereka yang bekerja dalam bidang pemasaran, tapi juga akan sangat menarik bagi mereka yang merasakan adanya sesuatu ancaman terhadap kelangsungan lembaganya, entah di bagian mana pun dia bekerja. Booming teknologi informasi dewasa ini telah mengubah gaya hidup kita. Coba dalam sekali waktu Anda amati orang-orang di sekitar kita, handphone mulai dari yang sederhana hingga paling canggih tidak lagi sekadar sebuah asesori tetapi sudah menjadi kebutuhan mutlak melebihi kebutuhan kita akan nasi. Laptop menjadi bagian tak terpisahkan dari backpack sebagian pekerja kantoran. Tanpa laptop mereka seperti kehilangan azimat yang paling sakti. Perubahan-perubahan seperti ini sering tidak terespons dengan baik oleh para pengambil keputusan meskipun mereka sendiri secara sadar telah menjadi bagian gaya hidup seperti itu.